Minggu, 28 April 2013

Behavior Therapy


Nama               : Novi Nolitavia
Kelas                : 3PAO1
Npm                 : 15510056
Mata Kuliah  : Psikoterapi



Metode Behavior Therapy
            Metode dan teknik pendekatan terapi yang didasarkan kepada teori belajar adalah pengkondisian klasik dan pengkondisian operan. Pengkondisian klasik atau pengkondisian responden dari Pavlov, pada dasarnya melibatkan stimulus tak berkondisi (UCS) yang serta otomatis membangkitkan respon berkondisi (CR) , yang sama dengan respon tak berkondisi (UCR) apabila diasosiasikan dengan stimulus berkondisi (CS), sehingga lambat laun CS mengarahkan kemunculan CR
            Pengkondisian operan melibatkan pemberian reward kepada individu atas kemunculan tingkah laku yang diharapkan pada saat tingkah laku itu muncul. Dikenal dengan istilah “pengkondisian instrumental”, karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental dapat dimunculkan oleh organisme yang aktif sebelum reinforcement diberikan untuk tingkah laku tersebut.

Tujuan:
Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum dipelajari;
•    Meningkatkan perilaku, atau
•    Menurunkan perilaku
•    Meningkatkan perilaku:
•    Reinforcement positif: memberi penghargaan thd perilaku
•    Reinforcement negatif: mengurangi stimulus aversi
•    Mengurangi perilaku:
•    Punishment: memberi stimulus aversi
•    Respons cost: menghilangkan atau menarik reinforcer
•    Extinction: menahan reinforcer

Teori dasar Metode Terapi Perilaku
•    Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau dipelajari (learned)
•    Terapi  untuk perilaku maladaptif adalah dg penghilangan kebiasaan (deconditioning) atau ditinggalkan (unlearning) 
•    Untuk menguatkan perilaku adalah dg pembiasaan perilaku (operant and clasical conditioning)
Fungsi dan Peran Terapis 
Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive.

Hubungan antara Terapis dan Klien 
Pembentukan hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses terapeutik, peran terapis yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi perkuatan. Para terapis tingkah laku menghindari bermain peran yang dingin dan impersonal sehingga hubungan terapeutik lebih terbangun daripada hanya memaksakan teknik-teknik kaku kepada para klien. .

Bentuk bentuk terapi Perilaku

1.         Desensitisasi sistematis
Desensitisasi sistematis adalah teknik yang digunakan untuk menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negative, serta memunculkan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang dihilangkan tersebut.
Dua unsur disensitisasi sistematis, yaitu:
    a.  Relaksasi
         Relaksasi adalah  suatu prosedur pelatihan bagi individu untuk melemaskan otot-otot.
    b.  Hirarki kecemasan
          Adalah sejumlah situasi atau stimulus yang membuat orang mengalami kecemasan
2.         Pelatihan asertif
Dengan pelatihan asertif seorang klien tidak hanya mengurangi kecemasannya akan tetapi sekaligus juga mengembangkan teknik penanggulangan yang efektif. Latihan asertif diberikan secara bertahap, dimulai dari lahitan permainan peran dengan terapis sampai dengan menghadapi situasi kehidupan yang sebenarnya.
3.         Modeling
Penggunaan teknik penikohan dalam terapi perilaku meliputi tokoh yang nyata, tokoh yang dilihat melalui film, atau tokoh dalam imajinasi. Menunjukkan terjadinya proses belajar melalui pengamatan dari orang lain melalui pengamatan dari orang lain dan perubahan yang terjadi karena melaui peniruan.
4.         Gestalt
Memperbaiki hubungan yang tidak baik antara manusia dan lingkungannya.
5.         Terapi Implosif
Pasien dengan ansietas yang disebabkan situasi, secara langsung dipajankan terhadap situasi tersebut untuk jangka waktu tertentu (flooding) atau dalam imajinasi
6.         Terapi aversi
Pasien diberikan stimulus yang tidak menyenangkan missal suara keras pada saat perilaku yang tidak dikehendaki muncul.
7.         Positif reinforcement


Hasil Terapi Perilaku
Terapi perilaku telah berhasil dalam berbagai gangguan dan mudah diajarkan. Cara ini memakan waktu yang lebih sedikit dibandingkan terapi lain dan lebih murah digunakan. Keterbatasan metode adalah bahwa cara ini berguna untuk gejala perilaku yang terbatas, bukannya disfungsi global (sebagai contohnya, konflik neurotic, gangguan kepribadian). Ahli teori yang berorientasi analitik telah mengkritik terapi perilaku dengan mengatakan bahwa menghilangkan gejala sederhana dapat menyebabkan gejala pengganti. Dengan kata lain, jika gejala tidak dipandang sebagai akibat dari konflik dalam diri ( inner conflict ) dan jika penyebb inti dari gejala tidak di jawab atau di ubah, hasilnya adalah timbulnya gejala baru. Satu interpretasi terapi perilaku dicontohkan oleh pernyataan controversial dari Eysenck: “ teori belajar tentang gejala neurotic adalah semata – mata kebiasaan yang dipelajari; tidak terdapat neurosis yang mendasari gejala, tetapi semata- mata gejala itu sendiri. Sembuhkan gejalanya dan anda telah menghilangkan neurosis.” Beberapa ahli terapi percaya bahwa terapi perilaku adalah pendekatan yang terlalu disederhanakan kepada psikopatologi dan interaksi kompleks antara ahli terapi dan pasien. Substitusi gejala mungkin tidak dapat dihindari, tetapi kemungkinannya adalah suatu pertimbangan penting dalam menilai kemanjuran terapi perilaku.
Seperti pada bentuk terapi lainnya, suatu pemeriksaan masalah, motivasi dan kekuatan psikologis pasien harus dilakukan sebelum menerapkan pendekatan terapi perilaku.

sumber :
Riyanti, B.P. Dwi dan Prabowo, Hendro. (1998). Psikologi Umum II. Jakarta: Universitas Gunadarma

Senin, 22 April 2013

Rational Emotive Therapy


Nama              : Novi Nolitavia
Kelas               : 3PAO1
Npm                : 15510056
Mata Kuliah      : Psikoterapi


Metode Konseling Rational-Emotive
Metode konseling rational-emotive adalah lebih menekankan pada peran konselor untuk membantu klien keluar dari kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya, klien yang mempunyai permasalahan menunjukan bahwa kesulitannya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak logis dan berusaha memperbaikinya adalah harus kembali kepada sebabsebab permulaan. Oleh karena itu konselor akan mengajarkan kliennya untuk mengubah pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak logis.

1. Teknik Konseling Rational-Emotive

a. Teknik Emotive 
Menurut Corey (1995) ada beberapa teknik emotif, yaitu: (1) asertive training; digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara terus menerus menyesuaikan dirinya dengan pola perilaku sesuai dengan yang diinginkannya, (2) sosiodrama; digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan klien (perasaanperasaan negatif) melalui suatu suasana yang dramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapan dirinya sendiri baik secara lisan, tulisan ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis, (3) self modeling, digunakan dengan meminta klien untuk berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu. (4) irnitasi,digunakan dimana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi perilakunya sendiri yang negatif. 

b. Teknik Behavioristik 
Ada dua teknik behavioristik yaitu; (1). Reinforment, digunakan untuk mendorong klien kearah perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal ataupun punishment, (2) Social modeling, digunakan untuk menggambarkan perilaku –perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah. 

c. Teknik Kognitif
Teknik kognitif yang cukup dikenal adalah Home Work Assigmentatau teknik tugas rumah, digunakan agar klien dapat membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntun pola perilaku yang diharapkan.(Corey, 1995)

2. Kebaikan dan Kelemahan Terapi Rasional Emotif 
Kebaikan
1. Pendekatan ini cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan itu perawatan juga dapat dilakukan dengan cepat.
2. Kaedah pemikiran logik yang diajarkan kepada klien dapat digunakan dalam menghadapi gejala yang lain.
3. Klien merasakan diri mereka mempunyai keupayaan intelektual dan kemajuan dari cara berfikir.
Kelemahan
1. Ada klien yang boleh ditolong melalui analisa logik dan falsafah, tetapi ada pula yang tidak begitu geliga otaknya untuk dibantu dengan cara yang sedemikian yang berasaskan kepada logika.
2. Ada setengah klien yang begitu terpisah dari realiti sehingga usaha untuk membawanya ke alam nyata sukar sekali dicapai.
3. Ada juga klien yang terlalu berprasangka terhadap logik, sehingga sukar untuk mereka menerima analisa logik.
4. Ada juga setengah klien yang memang suka mengalami gangguan emosi dan bergantung kepadanya di dalam hidupnya, dan tidak mahu membuat apa-apa perubahan lagi dalam hidup mereka.

3. Langkah-Langkah Terapi Rasional Emotif
1) Langkah pertama
Konselor berusaha menunjukkan bahwa cara berfikir klien harus logis kemudian membantu bagaimana dan mengapa klien sampai pada cara seperti itu, menunjukkan pola hubungan antara pikiran logis dan perasaan yang tidak bahagia atau dengan gangguan emosi yang di alami nya.
2) Langkah kedua
Menunjukkan kepada klien bahwa ia mampu mempertahankan perilakunya maka akan terganggu dan cara pikirnya yang tidak logis inilah yang menyebabkan masih adanya gangguan sebagaimana yang di rasakan.
3) Langkah ketiga
Bertujuan mengubah cara berfikir klien dengan membuang cara berfikir yang tidak logis
4) Langkah keempat
Dalam hal ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata.

4. Ciri-Ciri Terapi Rasional Emotif
Ciri-ciri terapi rasional emotif dapat di uraikan sebagai berikut:
1. Dalam menelusuri masalah klien yang di bantu nya, konselor berperan lebih aktif di bandingkan klien. Maksudnya adalah bahwasannya peran konselor disini harus bersikap efektif dan memiliki kapasitas untuk memecahkan masalah yang di hadapi klien dan bersungguh-sungguh dalam mengatasi masalah yang di hadapi artinya konselor harus melibatkan diri dan berusaha menolong kliennya supaya dapat berkembang sesuai dengan keinginan dan di sesuaikan dengan potensi yang di miliki nya.
2. Dalam proses hubungan konseling harus tetap di ciptakan dan di pelihara hubungan baik dengan klien. Dengan sikap yang ramah dan hangat dari konselor akan mempunyai pengaruh yang penting demi suksesnya proses konseling sehingga dengan terciptanya proses yang akrab dan rasa nyaman ketika berhadapan dengan klien.
3. Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini di pergunakan oleh konselor untuk membantu klien mengubah Cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
4. Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak banyak menelusuri masa lampau klien.
5. Diagnosis (rumusan masalah) yang di lakukan dalam konseling rasional emotif bertujuan untuk membuka ketidak logisan cara berfikir klien. Dengan melihat permasalahan yang di hadapi klien dan faktor penyebabnya, yakni menyangkut cara pikir klien yang tidak rasional dalam menghadapi masalah, yang pada intinya menunjukkan bahwa cara berpikir yang tidak logis itu sebenarnya menjadi penyebab gangguan emosionalnya.

Sumber :
Corey, Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Pendidikan. Bandung: PT Rafika Aditama. (hal 238)
Sukardi, Dewa Ketut. 1985. Pengantar Teori Konseling. Jakarta: Ghalia Indonesia. (hal 89)
Teori Konseling http://enamkonselor.files.wordpress.com/2012/05/rationalemotivetherapy.pdf



Selasa, 16 April 2013

Analisis Transaksional

Nama               : Novi Nolitavia
Kelas               : 3PAO1
Npm                : 15510056
Mata Kuliah     : Psikoterapi


SEJARAH TRANSAKSIONAL ANALISIS 
Transaksional Analisis atau lebih dikenali dengan huruf ringkas TA dibina dan dikembangkan  oleh Eric Berne pada pertengahan 1950an. Pada ketika itu psikoanalisis adalah kaedah terapi  yang paling kukuh diamalkan. Oleh itu tidak hairanlah mengapa Berne sendiri bermula  sebagai seorang analisis. Sebagai pelajar perubatan yang kemudiannya menjadi psikiatris,  Berne sangat berminat untuk mempelajari psikologi ego, Berne sangat tertarik dengan hasil  kajian Pernfiels’s (1952) yang menyimpulkan bahawa keadaan emosi seseorang yang wujud  pada situasi tertentu bukanlah hanyalah kemunculan semula kejadian yang benar-benar  serupa yang pernah dialami terdahulu, tetapi lebih merupakan pengalaman sekarang (in the  present) terhadap ingatan dan pengalaman beserta dengan emosi yang terbit pada situasi  masa lalu. Lanjutan kepada kajian-kajian Penfield (1952), Federn (1952) adalah orang yang  memperkenalkan istilah ‘ego state’ untuk menghurai keadaan ini ‘Ego state’ kekal dalam diri seseorang dan berpotensi untuk muncul pada bila-bila masa sahaja. 

Dengan adanya pengaruh teori komunikasi yang kuat dalam menyelesaikan sesuatu masalah  manusia pada zaman Berne, kita dapat melihat pengaruhnya apabila ia memperkenalkan tiga  ‘ego state’ yang aktif dinamik dan boleh dilihat, iaitu ‘Parent’ ‘Adult’ dan ‘Child’ (PAC). Ketigatiganya dilihat oleh Berne sebagai wujud dalam diri setiap individu. 

ASAS TEORI TA 
Teori TA percaya bahawa ketiga-tiga ‘ego state’ wujud dalam diri setiap individu dan setiap individu pula mempunyai kepeluan semula jadi terhadap belaian atau pengiktirafan yang dipanggil sebagai ‘strokes’. Untuk mendapatkan ‘strokes’ ini individu akan merekacipta 
rancangan untuk mencapainya melaluinya ‘life script’. ‘Life script’ terbina pada zaman kanakkanak berdasarkan kepada kepercayaannya terhadap dirinya dan diri orang lain. kepercayaan individu ini pula terbina hasil daripada caranya berurus dengan orang lain yang 
berulang-ulang. Cara berurus atau berinteraksi dengan orang lain yang berulang-ulang atau ‘stereotped’ ini dipanggil oleh Berne sebagai permainan atau ‘games’. 
Dalam permainan itu individu akan diwakili oleh berbagai sifat ‘ego states’ seperti ‘critical parents’ atau ‘nurturing parents’, ‘adult’ atau ‘free child’ atau ‘adapted child’. Kedudukan ‘ego states’ dalam diri seseorang dipanggil sebagai ‘egograms’ yang mewakili personalitinya. 
Pada asalnya Berne hanya menyebut dua jenis ‘ego states’ iaitu ‘child’ dan ‘adult’, terutamanya apabila melihat ada orang dewasa yang berfikir, berperasaan dan bertingkahlaku seperti kanak-kanak. Beliau melihat ego kanak-kanak mempunyai sifat-sifat kreatif, beremosi, kadang-kadang kuat menentang dan kadang-kadang patuh. Beliau juga menamakan ego kanak-kanak ini sebagai ‘archaeopsyche’. Ego dewasa pula dilihat oleh Berne sebagai realistik dan logikal. Ia menamakannya sebagai ‘neopsyche’. Tindakan ‘neopsyche’ adalah berpandukan kepada kira-kira dan pemprosesan data. Untuk mengenal mana satu jenis ego ini, panduannya ialah dengan meneliti gerak-geri, kata-kata, nada suara dan persembahan diri seseorang. Kemudian Berne melihat adanya tingkah laku seseorang yang bertindak menjaga moral, nilai , kepercayaan, mengawal orang, kritikal dan ambil kisah tentang pertumbuhan orang lain. Sifat-sifat ini sama benar dengan sifat emak, ayah atau yang setara dengan mereka, lalu Berne menamakan keadaan ini sebagai ego ibu- bapa atau ‘exteropsyche’. 

KEADAAN EGO INDIVIDU 
Secara mudah ketiga-tiga keadaan ego itu wujud dalam diri seseorang seperti berikut : 
• Parent (Exteropsyche) 
• Adult (Neopsyche) 
• Child ( Archaepsyche) 
Oleh kerana ketiga-tiga keadaan ego itu wujud dalam diri seseorang, maka sesuatu keadaan ego itu tidak diwakili oleh faktor fizikalnya; tidak kira sama ada orang tua atau kanak-kanak. Apabila ada dua orang berhubung pada satu masa, gambarannya ialah akan jadi seolah-olah ada enam orang yang sedang berhubung. Enam struktur ego akan terlibat dalam ‘transaction’ (mungkin boleh diterjemah sebagai ‘tukar-menukar’ atau ‘jual-beli’). Berne tidak menggunakan istilah ‘communication’ (perhubungan). 

sumber :
Nordin, Kassan, & Mustaffa. (2008). Transaksional Analisis untuk Kauseling Keluarga. Seminar Kaunseling Keluarga. Universitas Teknologi Malaysia.

Minggu, 31 Maret 2013

Client Centered Therapy

Nama               : Novi Nolitavia
Kelas               : 3PAO1
Npm                : 15510056
Mata Kuliah     : Psikoterapi

Client Centered Therapy adalah terapi yang dikembangkan oleh Carl Rogers yang didasarkan kepada asumsi bahwa klien merupakan ahli yang paling baik bagi dirinya sendiri dan merupakan orang yang mampu untuk memecahkan masalahnya sendiri. Tugas terapis adalah mempermudah proses pemecahan masalah mereka sendiri. terapis juga tidak mengajukan pertanyaan menyelidik, membuat penafsiran, atau menganjurkan serangkaian tindakan. istilah terapis dalam pendekatan ini kemudian lebih kenal dengan istilah fasilitator ( Atkinson dkk, 1993).

Untuk mencapai pemahaman klien terdapat permasalahan yang dihadapi, maka dalam diri terapis diperlukan beberapa persyaratan anatara lain adalah : empati, rapport, dan ikhlas.
empati adalah kemampuan memahami perasaan yang dapat mengungkapkan keadaan klien dan kemampuan mengkomunikasikan pemahaman ini terhadap klien. terapis berusaha agar masalah yang dihadapi klien dipandang dari sudut klien sendiri. Rapport adalah menerima klien dengan tulus sebagaimana adanya, termasuk pengakuan bahwa orang tersebut memiliki kemampuan untuk terlibat secara konstruktif dengan masalahnya. Ikhlas dalam arti  sifat terbuka, jujur, dan tidak berpura-pura atau bertindak di balik topeng profesinya ( Atkinson dkk, 1993). selain ketiga hal tersebut, di dalam proses konseling harus terdapat pula adanya jaminan bahwa masalah yang diungkapkan oleh klien dapat dijamin kerahasiannnya serta adanya kebebasan bagi klien untuk kembali lagi berkonsultasi atau tidak sama sekali jika klien sudah dapat memahami permasalahannya sendiri.

menurut Rogers (dalam Corey, 1995), pertanyaan "siapa saya?" dapat menjadi penyebab kebanyakan seseorang datang ke terapis untuk psikoterapi. kebanyakan dari mereka ini bertanya : Bagaimana saya dapat menemukan diri nyata saya? bagaimana saya dapat menjadi apa yang saya inginka ? bagaimana saya memahami apa yang saya yang ada dibalik didnding saya dan menjadi diri sendiri? Oleh karena itu tujuan dari Client Centered Therapy adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi pribadi yang dapat berfungsi penuh. guna mencapai tujuan tersebut terapis perlu mengusahakan agar klien dapat menghilangkan topeng yang dikenakannya dan mengarahkannya menjadi dirinya sendiri.


Kelebihan pendekatan client centered therapy
          Pemusatan pada klien dan bukan pada therapist, identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian, lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik, klien dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi

kekurangan Pendekatan client centered therapy
          Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana, terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan, tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu, Sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal, terapi  menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup, minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya



sumber :
-          Dwi Riyanti, BP & Prabowo, H. (1998). Seri Diktat Kuliah Psikologi Umum 2. Gunadarma: Depok


Sabtu, 23 Maret 2013

TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL




Nama              : Novi Nolitavia
Kelas               : 3PAO1
Npm                : 15510056
Mata Kuliah : Psikoterapi

A.   Hakikat Analisis Eksistensialis
Pendekatan eksistensial-humanistik, di lain pihak menekankan renungan-renungan filosofis tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh. Analisis eksistensial adalah suatu metode atau pendekatan yang digunakan untuk mengungkapkan eksistensi individu secara utuh dan menyeluruh. Analisis eksistensial merupakan kajian psikologis untuk mengungkap eksistensi manusia pada taraf empiris (Binswanger). Terapi eksistensial, terutama berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan.

B.   Konsep-konsep Utama Eksistensialis
1.      Pandangan tentang sifat manusia
-      Psikologi eksistensial-humanistik berfokus pada kondisi manusia.
-      Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia,
-      pendekatan eksistensial-humanistik bukan suatu aliran terapi,
-      sutu pendekatan yang mencangkup terapi-terapi berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.
-       
C.   Konsep-Konsep Utama  Eksistensial, Praktek Terapeutik 
1)      Kesadaran diri
      Manusia memilki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia berpikir dan memutuskan.
2)      Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
     Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya.
3)      Penciptaan makna
      Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna  bagi kehidupan. Pada hakikatnya “kes. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian. Manusia lahir ke dunia sendiri dan mati sendiri pulaendirian” manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional.

D.  Proses-proses Terapeutik
1.    Tujuan-tujuan Terapeutik
-      Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwaa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.
-      Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik: (1) menyadari sepenuhnya keadaan sekarang, (2) memilih bagaimana hidup pada saat sekarang, dan (3) memikul tanggung jawab untuk memilih.
2.    Fungsi dan Peran Terapis
-      Tugas utama terapis adalah berusaha memahami klien sebagai ada dalam-dunia.
-       Teknik yang digunakan mengikuti alih-alih mendahulai pemahaman. Karena menekankan pada pengalaman klien sekarang, para terapis eksistensial menunjukkan keleluasaan dalam menggunakan metode-metode, dan prosedur yang digunakan oleh mereka bisa bervariasi, tidak hanya dari klien yang satu kepada klien yang lainnya, tetapi juga dari satu fase terapi ke fase terapi lainnya yang dijalani oleh klien yang sama.
3.    Pengalaman Klien dalam Terapi
            Klienmampu mengalami secara subjektif persepsi-persepsi tentang dunianya.
4.    Hubungan Antara Terapis dan Klien
            Penekanan diletakan pada pertemuan antar manusia dan perjalanan bersama alih-alih pada teknik-teknik yang mempengaruhi klien. Isi pertemuan terapi adalah pengalaman klien sekarang, bukan “masalah” klien. Hubungan dengan orang lain dalam kehadiran yang otentik difokuskan kepada “di sini dan sekarang”. Masa lampau atau masa depan hanya penting bila waktunya berhubungan langsung.

E.   Penerapan: Teknik-Teknik Prosedur-Prosedur Terapeutik
-      Pendekatan eksistensial-humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat.
-      Bugental menunjukan bahwa konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan transferensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek terapi eksistensial. Ia menggunakan kerangka psikoanalitik untuk menerangkan fase kerja terapi yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi, dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial.

Kekurangan dan kelebihan terapi
Salah satu konsep eksistensial yang paling ditentang oleh kalangan psikologi “ilmiah” ialah kebebasan individu untuk menjadi menurut apa yang diinginkannya. Jika benar, maka konsep ini sudah pasti meruntuhkan validitas psikologi yang berpangkal pada konsepsi tentang tingkah laku yang sangat deterministic. Karena jika manusia benar-benar bebas menentukan eksistensinya, maka seluruh prediksi dan control akan menjadi mustahil dan nilai eksperimen menjadi sangat terbatas. (Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner, 1993) . Humanistik eksistensial membuat seseorang merefleksikan hidupnya sehingga orang tersebut mengenali banyaknya pilihan dan dapat menentukan pilihannya sendiri sehingga seseorang akan bertanggung jawab untuk tiap pilihan dan tindakan mereka. 

Sumber :
-      Abidin, Zaenal. 2007. Analisis Eksistensial. Jakarta: PT Raja Grafindo.
-      Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
-      Poduska, Bernard. 2000. 4 Teori Kepribadian. Jakarta: Restu Agung.
-      Sabri, M. Alisuf. 2001. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.





Sabtu, 16 Maret 2013

TERAPI PSIKOANALISA

Nama               : Novi Nolitavia

Kelas               : 3PAO1
Npm                : 15510056
Mata Kuliah     : Psikoterapi


Teori Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmun Freud. Freud mengembangkan ide dan penjelasan awal tentang perilaku manusia dari pengalamannya meneliti beberapa klien, semua wanita yang memperlihatkan gangguan seperti wicara, makan, dll. Gejala ini memiliki dasar fisiologi atau penyebab dan dengan demikian dianggap perilaku neurotik atau “histeria” wanita. Setelah lama meneliti wanita tersebut, freud menyimpulkan bahwa banyak masalah timbul akibat trauma masa kanak-kanan atau gagal menyelesaikan tugas perkembangan psikoseksual. Kebutuhan dan perasaan seksual yang tidak terpenuhi juga peristiwa trauma, direpresi (dikeluarkan dari alam sadar). Perilaku histeria atau neurotik timbul akibat konflik yang tidak selesai.pengalaman awal meneliti klien wanita membentuk dasar teori, keyakinan, dan metode terapi psikoanalisi Freud.
            Teori psikoanalisis mendukung gagasan bahwa semua perilaku manusia ada penyebabnya dan dapat dijelaskan (teori deterministik). Freud yakin bahwa banyak perilaku manusia dimotivasi oleh implus dan naluri seksual yang direpresi.
            Komponen kepribadian : Id, Ego, Superego
Freud mengonseptualisasi struktur kepribadian dalam tiga komponen : Id, ego, superego. Id merupakan bagian sifat individu yang mencerminkan naluri dasar atau bawaan, seperti perilaku mencari kesenangan, agresi, dll. Superego merupakan bagian sifat individu yang mencerminkan konsep moral dan etis, nilai, serta harapan sosial, oleh karena itu superego berlawanan dengan id. Ego merupakan kekuatan pengimbang atau penengah antara id dan superego. Ego dianggap menunjukkan perilaku dewasa dan adaptif, yang memungkinkan individu berhasil menjalankan fungsinya didunia.
Freud yakin bahwa apa yang kita lakukan dan kita katakan dimotivasi oleh alam bawah sadar.
Analisis mimpi Freud. Freud yakin bahwa mimpi individu mencerminkan lebih dari sekedar alam bawah sadar dan memiliki makna yang signifikan. Analisis mimpi, metode utama yang digunakan dalam psikoanalisis, dilakukan dengan mendiskusikan mimpi klien untuk menemukan makna dan arti yang sebenarnya. Freud yakin bahwa mimpi bermakna karena mimpi mengungkap pikiran dan perasaan alam bawah sadar individu walaupun kadang kala makna mimpi tersebut tersembungi atau simbolik. Misalnya wanita mimpi menakutkan tentang ular yang mengejar. Interpretasi Freud adalah bahwa wanita tersebut takut berhubungan intim dengan pria; ular dipandang sebagai simbolik falik, yang melambangkan penis.
Metode laian yang digunakan untuk memasuki pikiran dan perasaan alam bawah sadar ialah asosiasi bebas. Didalam asosiasi bebas, ahli terapi mencoba menemukan pikiran dan perasaan klien yang sesungguhnya dengan mengucapkan kata dan meminta klien berespons cepat dengan hal yang pertama kali terpikir olehnya. Freud yakin bahwa respons yang cepat tersebut akan lebih mungkin untuk menemukan perasaan atau pikiran alam bawah sadar atau yang direpresi.
Kelebihannya Terapi ini memiliki dasar teori yang kuat, dapat lebih mengetahui masalah klien, karena prosesnya dimulai dari mencari tahu penglaman-pengalaman masa lalu pada diri klien, dapat membuat klien mengetahui masalah yang selama ini tidak disadarinya.
Adapun kelemahan dalam terapi ini adalah waktu yang dibutuhkan dalam terapi terlalu panjang yang nantinya membuat klien merasa jenuh, dan memakan banyak biaya.

Sumber  :
-          Videbeck, L. (2001). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Buku Kedokteran : Jakarta
-      Dwi Riyanti, BP & Prabowo, H. (1998). Seri Diktat Kuliah Psikologi Umum 2. Gunadarma: Depok






Kamis, 01 November 2012

MULTIKULTURALISME

Nama            : Novi Nolitavia
Kelas            : 3pa01
Npm             : 15510056
Mata Kuliah  : Lintas Budaya
Tema  2        : Multikulturalisme

Pengertian Multikulturalisme
Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.
Multikulturalisme berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan cultural (budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya. Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap kehidupannya. Dialektika ini akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain.
Kosep tentang mutikulturalisme, sebagaimana konsep ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan yang tidak bebas nilai (value free), tidak luput dari pengayaan maupun penyesuaian ketika dikaji untuk diterapkan. Demikian pula ketika konsep ini masuk ke Indonesia, yang dikenal dengan sosok keberagamannya. Muncul konsep multikulturalisme yang dikaitkan dengan agama, yakni ”multikulturalisme religius” yang menekankan tidak terpisahnya agama dari negara, tidak mentolerir adanya paham, budaya, dan orang-orang yang atheis (Harahap, 2008). Dalam konteks ini, multukulturalisme dipandangnya sebagai pengayaan terhadap konsep kerukunan umat beragama yang dikembangkan secara nasional.
Kesadaran akan adanya keberagaman budaya disebut sebagai kehidupan multikultural. Akan tetapi tentu, tidak cukup hanya sampai disitu. Bahwa suatu kemestian agar setiap kesadaran akan adanya keberagaman, mesti ditingkatkan lagi menjadi apresiasi dan dielaborasi secara positif. pemahaman ini yang disebut sebagai multikulturalisme.
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.
Multikulturalisme sebagaimana dijelaskan di atas mempunyai peran yang besar dalam pembangunan bangsa. Indonesia sebagai suatu negara yang berdiri di atas keanekaragaman kebudayaan meniscayakan pentingnya multikulturalisme dalam pembangunan bangsa. Dengan multikulturalisme ini maka prinsip “bhineka tunggal ika” seperti yang tercantum dalam dasar negara akan menjadi terwujud. Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia akan menjadi inspirasi dan potensi bagi pembangunan bangsa sehingga cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dapat tercapai.

Multikulturalisme menurut Para Tokoh
1.) Menurut Petter Wilson, Dia mengartikan multikulturalisme setelah melihat peristiwa di Amerika, “ Di Amerika, multikultural muncul karena kegagalan pemeimpin di dalam mempersatukan orang Negro dengan orang Kulit Putih”. Dari sini dapat diambil sebuah sintesa bahwa konsep multikultural PetterWilson semata-mata merupakan kegagalan dalam mempersatukan kelompok etnis tertentu. Kemudian problem penghambatan proses integrasi budaya ini berujung kepada gagalnya atau salahnya perspektif tentang sebuah kesatuan budaya (Unikultural). Yang seharusnya tidak berarti kemajemukan harus dipaksakan unutk menjadi satu, akan tetapi perbedaan itu haruslah menjadi kekuatan yang kompleks untuk bersatu dan berjalan bersama, tanpa adanya konflik.Adanya sebuah konsesus Neo Liberal yaitu datang berdasarkan pada kepentingan ekonomi liberalisme. Juga menjadi faktor penghambat sebuah integrasi bangsa.
2.) Menurut Kenan Malik (1998), multikulturalisme merupakan produk dari kegagalan politik di negara Barat pada tahun 1960-an. Kemudian gagalnya perang Dingin tahun 1989, gagalnya dunia Marxisme kemudian gagalnya gerakan LSM di asia tenggara yang menemukan konsep multikultural yang sebenarnnya. Jalan keluar dari semua itu menurutnya adalah sebuah keadilan yang masih berpegang pada keanekaragaman budaya yang sejati.

Perjalanan Menyambut Multikulturalisme di Indonesia
Kesadaran multikultur sebenarnya sudah muncul sejak Negara Republik Indonesia terbentuk. Pada masa Orde Baru, kesadaran tersebut dipendam atas nama kesatuan dan persatuan. Paham monokulturalisme kemudian ditekankan. Akibatnya sampai saat ini, wawasan multikulturalisme bangsa Indonesia masih sangat rendah. Ada juga pemahaman yang memandang multikultur sebagai eksklusivitas. Multikultur justru disalahartikan yang mempertegas batas identitas antar individu. Bahkan ada yang juga mempersoalkan masalah asli atau tidak asli.
Multikultur baru muncul pada tahun 1980-an yang awalnya mengkritik penerapan demokrasi. Pada penerapannya, demokrasi ternyata hanya berlaku pada kelompok tertentu. Wacana demokrasi itu ternyata bertentangan dengan perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Cita-cita reformasi untuk membangun Indonesia Baru harus dilakukan dengan cara membangun dari hasil perombakan terhadap keseluruhan tatanan kehidupan yang dibangun oleh Orde Baru.

AKULTURASI PSIKOLOGI

Nama            : Novi Nolitavia
Kelas            : 3pa01
Npm             : 15510056
Mata Kuliah  : Lintas Budaya
Tema 1         : Akulturasi Psikologi

Akulturasi adalah penggabungan dua budaya yang berbeda yang merupakan hasil dari proses interaksi. Istilah akulturasi atau culture contact (kontak kebudayaan) mempunyai pengertian proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu di hadapkan dengan unsur-unsur dari kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan di olah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi akulturasi
Terjadinya akulturasi adalah perubahan sosial budaya dan struktur sosial serta pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.

Secara garis besar, ada dua faktor yang menyebabkan akulturasi dapat terjadi, yaitu:
-          Faktor Intern
·         Bertambah dan berkurangnya penduduk (kelahiran, kematian, migrasi)
·     Adanya penemuan baru. Discovery  penemuan ide atau alat baru yang sebelumnya belum pernah ada. Invention penyempurnaan penemuan baru. Innovation  pembaruan atau penemuan baru yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehingga menambah, melengkapi atau mengganti yang telah ada. Penemuan baru didorong oleh kesadaran masyarakat akan kekurangan unsur dalam kehidupannya, kualitas ahli atau anggota masyarakat.
·         Konflik yang terjadi dalam masyarakat.
·         Pemberontakan atau revolusi

-          Faktor Ekstern
·         Perubahan alam
·         Peperangan
·      Pengaruh kebudayaan lain melalui difusi (penyebaran kebudayaan), akulturasi (pembauran antar budaya yang masih terlihat masing-masing sifat khasnya), asimilasi (pembauran antar budaya yang menghasilkan budaya yang sama sekali baru batas budaya lama tidak tampak lagi).
Faktor-faktor yang memperkuat potensi akulturasi dalam taraf individu adalah faktor-faktor kepribadian seperti toleransi, kesamaan nilai, mau mengambil resiko, keluesan kognitif, keterbukaan dan sebagainya. Dua budaya yang mempunyai nilai-nilai yang sama akan lebih mudah mengalami akulturasi dibandingkan dengan budaya yang berbeda nilai.

Pengertian Psikologi Menurut Beberapa Ahli
Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa. Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya. Dalam beberapa dasawarsa ini istilah jiwa sudah jarang dipakai dan diganti dengan istilah psikis.

Pengertian Psikologi Menurut Beberapa Ahli
Ada banyak ahli yang mengemukakan pendapat tentang pengertian psikologi, diantaranya:
-          Pengertian Psikologi menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13 (1990), Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang baik yang dapat dilihat  secara langsung maupun yang tidak dapat dilihat secara langsung.
-          Pengertian Psikologi menurut Dakir (1993), psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya.
-          Pengertian Psikologi menurut Muhibbin Syah (2001), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak disadari.
Dapat diketahui bahwa pengertian psikologi merupakan ilmu tentang tingkah laku. Pada hakekatnya tingkah laku manusia itu sangat luas, semua yang dialami dan dilakukan manusia merupakan tingkah laku. Semenjak bangun tidur sampai tidur kembali manusia dipenuhi oleh berbagai tingkah laku. Dengan demikian objek ilmu psikologi sangat luas. Karena luasnya objek yang dipelajari psikologi.
Jadi , akulturasi psikologi adalah akulturasi yang terjadi pada psikologis seseorang. Misalnya ada seseorang yang awalnya tinggal dijawa lalu ia berpindah tempat ke papua, sehingga ia akan terpengaruh dengan budaya dipapua dan ia pun harus bisa menerima kebiasaan – kebiasaan disana tanpa meninggalkan atau melupakan daerah awal asalnya yaitu jawa.


Pembuatan sistem pakar untuk tes kepribadian menggunakan metode inventori

ABSTRACT             At the present time is the development of technology and communications from time to time experienced increasing rap...