Rabu, 31 Oktober 2012

AKULTURASI & RELASI INTERNAKULTURAL


Nama            : Novi Nolitavia
Kelas            : 3pa01
Npm             : 15510056
Mata Kuliah  : Lintas Budaya


Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Dan kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.

Akulturasi merupakan sebuah istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti proses pengambil alihan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu. Adalah suatu hal yang menarik ketika melihat dan mengamati proses akulturasi tersebut sehingga nantinya secara evolusi menjadi Asimilasi (meleburnya dua kebudayaan atau lebih, sehingga menjadi satu kebudayaan). Menariknya dalam melihat dan mengamati proses akulturasi dikarenakan adanya Deviasi Sosiopatik seperti mental disorder yang menyertainya. Hal tersebut dirasa sangat didukung faktor kebutuhan, motivasi dan lingkungan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku.

Akulturasi budaya dapat terjadi karena keterbukaan suatu komunitas masyarakat akan mengakibatkan kebudayaan yang mereka miliki akan terpengaruh dengan kebudayaan komunitas masyarakat lain. Selain keterbukaan masyarakatnya, perubahan kebudayaan yang disebabkan “perkawinan“ dua kebudayaan bisa juga terjadi akibat adanya pemaksaan dari masyarakat asing memasukkan unsur kebudayaan mereka. Akulturasi budaya bisa juga terjadi karena kontak dengan budaya lain, system pendidikan yang maju yang mengajarkan seseorang untuk lebih berfikir ilmiah dan objektif, keinginan untuk maju, sikap mudah menerima hal-hal baru dan toleransi terhadap perubahan.

Contoh-contoh dari hasil akulturasi budaya sangat beraneka ragam. Dalam bidang kesenian, arsitektur, agama dan lain-lain.
1. Bentuk bangunan Masjid Sunan Kudus adalah salah satu akulturasi antara Hindu-Islam.

2. Candi-candi di Indonesia sebagai wujud percampuran antara seni asli bangsa Indonesia dengan seni Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan akulturasi budaya bangsa Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan zaman megalitikum yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu Budha. Candi Borobudur merupakan wujud dari akulturasi antara agama Hindu-Budha di Indonesia.

3. Bangunan rumah di daerah Kota, Jakarta Utara dan Juga Museum Fatahillah Jakarta merupakan wujud akulturasi dari kebudayaan yang dibawa oleh bangsa-bangsa Eropa ketika menjajah Indonesia. Bangunan Museum Fatahillah menyerupai Istana Dam di Amsterdam, yang terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara.

4. Selain dalam bidang arsitektur, akulturasi budaya juga berpengaruh dalam bidang kesenian. Cabang seni rupa yang berkembang adalah seni ukir dan seni lukis. Pola-pola hiasannya meniru zaman pra-islam, seperti daun-daunan, bunga-bungaan, bukit-bukit karang, pemandangan, garis-garis geometri, kepala kijang, dan ular naga. Contoh, masjid yang di hias dengan ukiran adalah masjid Mantingan, dekat jepara yang terdapat lukisan kera, ukiran gapura di candi Bentar di Tembayat, Klaten, yang dibuat pada masa Sultan Agung pada tahun 1633, dan gapura Sendang Duwur di Tuban. Pada zaman islam juga berkembang seni rupa yang disebut kaligrafi, yaitu seni menulis indah .

5. Kesusastraan pada zaman islam banyak berkembang di daerah sekitar selat malaka (daerah melayu) dan jawa. Kebanyakan karya sastra pada zaman islam yang sampai pada kita sekarang ini telah berubah dalam bentuknya yang baru, baik bahasa maupun susunannya. Pengaruh yang kuat dalam karya sastra pada zaman itu berasal dari Persia. Misalnya, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Bayan Budiman, dan Hikayat 1001 malam (alif laila wa laila).

Relasi Interkultural
Peristiwa yang berhubungan dan saling mempengaruhi antara kebudayaan lokal maupun kebudayaan asing.  Contohnya : Budaya Sunda dengan Jawa, Jawa dengan Minang, Sunda dengan Bugis, Jawa dengan Batak, dll.

Interkultural mengacu pada proses dengan mana kultur (budaya) ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur, bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok, teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama dibidang kultur. Enkulturasi terjadi melalui mereka.


Sabtu, 06 Oktober 2012

Transmisi budaya dan biologis serta awal perkembangan dan pengasuhan

Nama                   : Novi Nolitavia
Kelas                     : 3PA01
Npm                     : 15510056
Mata Kuliah         : Psikologi Lintas Budaya

A.      Pengertian Transmisi Budaya
Transmisi budaya ialah  kegiatan pengiriman atau penyebaran pesan dari generasi yang satu ke generasi yang lain tentang sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sulit diubah.
Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. mewariskan budaya dari generasi yang satu ke generasi yang lain melalui sebuah kegiatan pengiriman atau penyebaran sebuah kebiasaan/adat istiadat yang sulit untuk diubah disebut dengan transmisi budaya.

B.      Bentuk Transmisi Budaya
1.    Enkulturasi
Enkulturasi adalah Proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya selama hidup seseorang individu dimulai dari institusi keluarga terutama tokoh ibu.
Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur (budaya) ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur, bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok, teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama dibidang kultur. Enkulturasi terjadi melalui mereka.

2.      Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain. Misalnya, bila sekelompok imigran kemudian berdiam di Amerika Serikat (kultur tuan rumah), kultur mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara berperilaku, serta kepercayaan dari kultur tuan rumah akan menjadi bagian dari kultur kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, kultur tuan rumah pun ikut berubah.

3.      Sosialisasi
Sosisalisasi adalah proses pemasyarakatan, yaitu seluruh proses apabila seorang individu dari masa kanak-kanak sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, sosialisasi adalah suatu proses di mana anggota masyarakat baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana ia menjadi anggota.

C.      Pengaruh Terhadap Perkembangan Psikologi Individu
a.     Pengaruh Enkulturasi terhadap perkembangan psikologi individu
Enkulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui proses belajar dan penyesuaian alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.

b.    Pengaruh Akulturasi terhadap perkembangan psikologi individu
Akulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Akulturasi terjadi karena sekelompok orang asing yang berangsur-angsur mengikuti cara atau peraturan di dalam lingkup orang Indonesia.

c.     Pengaruh Sosialisasi terhadap perkembangan psikologi individu
Beberapa teori perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia telah tumbuh dan berkembang dari masa bayi kemasa dewasa melalui beberapa langkah jenjang. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangnya itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan penting. Proses tersebut merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan anak-anak sebagai insan yang yang secara aktif melakukan proses sosialisasi.

D.       Awal masa perkembangan dan pola kelekatan (attachment) pada ibu atau pengasuh
Hubungan anak dengan orang tua merupakan sumber emosional dan kognitif bagi anak. Hubungan tersebut memberi kesempatan bagi anak untuk mengeksplorasi lingkungan maupun kehidupan sosial. Hubungan  anak pada masa-masa awal dapat menjadi model dalam hubungan-hubungan selanjutnya. Hubungan awal ini dimulai sejak anak terlahir ke dunia, bahkan sebetulnya sudah dimulai sejak janin berada dalam kandungan (Sutcliffe,2002). Klaus dan Kennel  (dalam Bee, 1981) menyatakan bahwa masa kritis seorang bayi adalah 12 jam pertama setelah dilahirkan. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kontak yang dilakukan ibu pada satu jam pertama setelah melahirkan selama 30 menit akan memberikan pengalaman mendasar pada anak. 
Hal senada juga dikemukakan oleh Sosa (dalam Hadiyanti,1992) bahwa ibu yang segera didekatkan pada bayi seusai melahirkan akan menunjukkan perhatian 50% lebih besar dibandingkan ibu-ibu yang tidak melakukannya. Menurut Ainsworth (dalam Belsky, 1988) hubungan kelekatan berkembang melalui pengalaman bayi dengan pengasuh  ditahun-tahun awal kehidupannya. Intinya adalah kepekaan ibu dalam memberikan respon atas sinyal yang diberikan bayi, sesegera mungkin atau menunda, respon yang diberikan tepat atau tidak. 
Kelekatan adalah suatu hubungan emosional atau hubungan yang bersifat  afektif antara satu individu dengan individu lainnya yang mempunyai arti khusus, Hubungan yang dibina akan bertahan cukup lama dan memberikan rasa aman  walaupun figur lekat tidak tampak dalam pandangan anak. Sebagian besar anak telah membentuk kelekatan dengan pengasuh utama (primary care giver) pada usia sekitar delapan bulan dengan proporsi 50% pada ibu, 33% pada ayah dan sisanya pada orang lain (Sutcliffe,2002). Kelekatan bukanlah ikatan yang terjadi secara alamiah. Ada  serangkaian proses yang harus dilalui untuk membentuk kelekatan tersebut. Berdasarkan kualitas hubungan anak dengan pengasuh, maka anak akan mengembangkan konstruksi mental atau internal working model mengenai diri dan orang lain yang akan akan menjadi mekanisme  penilaian terhadap penerimaan lingkungan (Bowlby dalam Pramana 1996). Anak yang  merasa yakin terhadap penerimaan  lingkungan akan mengembangkan kelekatan  yang aman dengan figur lekatnya (secure  attachment) dan mengembangkan rasa percaya tidak saja pada ibu juga pada lingkungan.  Hal ini akan membawa pengaruh positif dalam proses perkembangannya. 
Beberapa penelitian membuktikan bahwa anak yang memiliki kelekatan aman akan menunjukkan  kompetensi sosial yang baik pada masa  kanak-kanak (Both dkk dalam Parker, Rubin,  Price dan DeRosier, 1995) serta lebih populer dikalangan teman sebayanya di prasekolah  (La Freniere dan Sroufe dalam Parker dkk,  1995). Anak-anak ini juga lebih mampu membina hubungan persahabatan yang intens, interaksi yang harmonis, lebih responsif  dan tidak mendominasi (Parke dan Waters dalam Parker dkk,1995). 
Sementara itu  Grosman dan Grosman (dalam Sutcliffe, 2002) menemukan bahwa anak dengan kulitas kelekatan aman lebih mampu menangani tugas yang sulit dan tidak cepat berputus asa.  Sebaliknya pengasuh yang tidak menyenangkan akan membuat anak tidak  percaya dan mengembangkan kelekatan yang tidak aman  (insecure attachment).  Kelekatan yang tidak aman dapat membuat anak mengalami berbagai permasalahan yang  disebut dengan gangguan kelekatan  (attachment disorder). Telah disebutkan di atas  bahwa gangguan kelekatan terjadi karena anak gagal membentuk kelekatan yang aman dengan figur lekatnya. Hal ini akan membuat anak mengalami masalah dalam hubungan  social. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang mengalami gangguan  kelekatan memiliki orang tua yang juga mengalami masalah yang sama dimasa kecilnya  (Sroufe dalam Cicchetty dan Linch, 1995).  

Sumber :

Senin, 01 Oktober 2012

Pengertian dan tujuan dari psikologi Lintas Budaya serta menjelaskan hubungannya antara Psikologi Lintas Budaya dengan disiplin ilmu yang lain.

Nama              : Novi Nolitavia
Kelas                : 3PA01
Npm                : 15510056
Mata Kuliah    : Psikologi Lintas Budaya
                   
Pengertian Psikologi Lintas Budaya
Pengertian Psikologi lintas budaya secara umum adalah kajian mengenai persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik; mengenai hubungan-hubungan di antara ubaha psikologis dan sosio-budaya, ekologis, dan ubahan biologis; serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam ubahan-ubahan tersebut.
Sedangkan Menurut Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi lintas-budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku terjadi. Definisi ini relatif sederhana dan memunculkan banyak persoalan. Sejumlah definisi lain mengungkapkan beberapa segi baru dan menekankan beberapa kompleksitas: 1. Riset lintas-budaya dalam psikologi adalah perbandingan sistematik dan eksplisit antara variabel psikologis di bawah kondisi-kondisi perbedaan budaya dengan maksud mengkhususkan antesede-anteseden dan proses-proses yang memerantarai kemunculan perbedaan perilaku.

Tujuan Psikologi Lintas Budaya
Tujuan psikologi lintas budaya adalah untuk melihat manusia dan perilakunya dengan kebudayaan yang ada dan sangat beragam.Untuk mencari persamaan dan perbedaan dalam fungsi-fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik.Serta untuk melihat kedua perilaku universal dan perilaku unik untuk mengidentifikasi cara dimana budaya memberikan dampak terhadap perilaku kita,kehidupankeluarga, pendidikan,pengalamansosial dan daerah lainnya.

Hubungan Psikologi Lintas Budaya dengan ilmu lain
Psikologi lintas budaya jelas memiliki semua persyaratan suatu upaya interdisipliner. Di dalamnya dibahas legitimasi pengkajian suatu fenomen dari beragam perspektif tanpa pengkhawatirkan reduksionisme. Konsep terakhir ini sering muncul dalam perdebatan interdispliner untuk memapas fenomena suatu disiplin ke arah penjelasan yang lebih dapat diterima secara umum dalam disiplin mendatang yang “lebih mendasar”.
Untuk membantu kita melihat bagaimana psikologi lintas-budaya berhubungan dengan disiplin lain. Dibelahan kiri terdapat disiplin-disiplin pada aras populasi yang secara luas berkenaan dengan pemaparan, penganalisisan, dan pemahaman terhadap cirri-ciri seluruh populasi, kelompok atau kolekivitas. Dari disiplin-disiplin beraras populasi ini, psikologi lintas-budaya dapat menarik sejumlah informasi substansial. Informasi-informasi ini dapat dikembangkan ilmu psikologi, berfungsinya individu, dan pemahaman terhadap variasi prilaku individu yang tampil dalam populasi beragam budaya.
Cara mewawasi berbagai aras ini tidak lain untuk memaparkan alas an yang sering dikemukakan bahwa secara luas antropologi, ekologi, dan biologi merupakan disiplin–disiplin alamiah (naturalistik)
Dalam suatu analisis terperinci, Jahoda (1982, 1990) mengkaji hubungan antropologi dan psikologi yang banyak hal merupakan hubungan interdisipliner paling substansial. Kemudian disusul suatu periode saling menolak, bahkan bermusuhan, dengan pengecualian pada bidang “budaya dan kepribadian” (kini dikenal sebagai “antropologi psikologi”) pada beberapa dasawarsa terakhir.

Perbedaan Psikologi Lintas Budaya dengan Psikologi Indigenous
Indigenous Psychology merupakan suatu terobosan baru dalam dunia psikologi yang mana merupakan suatu untuk memahami manusia berdasarkan konteks kultural/budaya. Indigenous psychology dapat juga didefinisikan sebagai pandangan psikologi yang asli pribumi dan memiliki pemahaman mendasar pada fakta-fakta atau keterangan yang dihubungkan dengan konteks kebudayaan setempat. Jadi perbedaan Psikologi lintas budaya dengan Psikologi Indigenous adalah Psikologi lintas budaya berfokus pada membicararakan isu, konsep dan metode yang dikembangkan oleh komunitas ilmiah di barat—kebanyakan Amerika Serikat dan Eropa Barat—dan yang dipelajari di timur—kebanyakan negara dunia. Sedangkan Psikologi Indigenous mencakup studi tentang isu dan konsep yang mencerminkan kebutuhan dan realitas dari budaya tertentu—dalam hal ini, tentu akan banyak upaya untuk memodifikasi instrumen guna memasukkan perspektif indigenus/setempat.

 Perbedaan Psikologi Budaya dengan Psikologi Lintas Budaya
Psikologi budaya adalah studi tentang cara tradisi budaya dan praktek sosial meregulasikan, mengekspresikan, mentransformasikan dan mengubah psike manusia. Jadi perbedaan Psikologi lintas budaya dengan Psikologi budaya adalah Psikologi lintas budaya melihat persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik sedangkan Psikologi budaya melihat bagaimana budaya dapat mentransformasikan dan mengubah psike seseorang.

Perbedaan Antropologi dengan Psikologi Lintas Budaya
Sementara psikologi lintas-budaya dan antropologi sering tumpang tindih, baik disiplin cenderung memfokuskan pada aspek yang berbeda dari suatu budaya. Sebagai contoh, banyak masalah yang menarik bagi psikolog yang tidak ditangani oleh antropolog, yang memiliki masalah mereka sendiri secara tradisional, termasuk topik-topik seperti kekerabatan, distribusi tanah, dan ritual. Ketika antropolog melakukan berkonsentrasi pada bidang psikologi, mereka fokus pada kegiatan dimana data dapat dikumpulkan melalui pengamatan langsung, seperti usia anak-anak di sapih atau praktek pengasuhan anak. Namun, tidak ada tubuh yang signifikan data antropologi pada banyak pertanyaan yang lebih abstrak sering ditangani oleh psikolog, seperti konsepsi budaya intelijen.

Sumber :

Pembuatan sistem pakar untuk tes kepribadian menggunakan metode inventori

ABSTRACT             At the present time is the development of technology and communications from time to time experienced increasing rap...